KamU yG Ke,,,,,,

Guest Map

The Fridge Code

Rabu, 05 Desember 2007

TURUN DAN TERSEBARNYA AL-QURAN

Sebab-Sebab Turun Ayat (Asbabun Nuzul)

Sebagaimana telah dipaparkan di atas bahwa kebanyakan surat dan ayat Al-Quran berkaitan dengan peristiwa-peristiwa yang ter­jadi pada masa dakwah Nabi, seperti surat al-Baqarah, al-Hasyr dan al-'Adiyat.Atau diturunkan karena adanya kebutuhan mendesak akan hukum-hukum Islam, seperti an-Nisa', al-Anfal, at-Thalak dan lain-lain.

Kasus-kasus yang menyebabkan turunnya sura.' dan ayat inilah yang disebut asbabun nuzul. Mengetahui asbabun nuzul ini sangat membantu untuk mengetahui ayat Al-Quran dan untuk menge­tahui makna serta rahasia-rahasia yang dikandungnya. Oleh karena itu, sekelompok ulama hadis dari kalangan sahabat dan tabi'in menaruh perhatian terhadap hadis-hadis asbabun nuz. Mereka meriwayatkan banyak hadis semacam ini.

Banyak sekali hadis asbabun nuzul yang diriwayatkan oleh para ulama Ahlus Sunnah, dan barangkali mencapai beberapa ribu hadis. Adapun yang diriwayatkan oleh ulama Syi'ah, jumlahnya sedikit, dan barangkali berjumlah hanya beberapa ratus saja. Perlu diketahui bahwa tidak semua hadis ini sanad-nya bersambung sampai kepada Nabi s.a.w. dan sahih, melainkan ada juga yang mursal (dalam sanad-nya nama sahabat yang meriwayatkan lang­sung dari Nabi dibuang) dan dha'if. Penyelidikan terhadap hadis­hadis ini membuat orang meragukannya karena beberapa alasan:

Pertama, gaya kebanyakan hadis ini menunjukkan bahwa perawi tidak meriwayatkan asbabun nuzul secara lisan dan tertulis, melainkan dengan meriwayatkan suatu kisah, kemudian meng­hubungkan ayat-ayat Al-Quran dengan kisah itu. Pada hakikatnya, asbabun nuzul yang disebutkannya itu hanyalah didasarkan atas pendapat, bukan atas pengamatan dan pencatatan. Bukti per­nyataan ini adalah banyaknya pertentangan di dalam hadis-hadis ini. Yakni, satu ayat diberi beberapa keterangan yang saling ber­tentangan tentang sebab turunnya, dan sama sekali tidak bisa di­pertemukan, sampai-sampai mengenai satu ayat diriwayatkan beberapa sebab turunnya dari Ibnu Abbas dan orang-orang seperti­nya, umpamanya, yang tidak bisa dipertemukan.

Ada dua kemungkinan berkenaan dengan hadis-hadis yang saling bertentangan ini:

Pertama, asbabun nuzul didasarkan pada ijtihad atau penalaran, bukan periwayatan. Dan setiap perawi berusaha menghubungkan suatu ceritera, yang sebenarnya tidak ada dalam kenyataan, dengan suatu ayat. Kedua, semua hadis ini, atau sebagian besarnya, adalah rekaan belaka.

Berdasarkan kemungkinan-kemungkinan di atas, maka hadis­hadis tentang asbabun nuzul tidak bisa dipertanggung- jawabkan. Oleh karena itu, hadis-hadis tersebut tidak bisa diterima, meskipun ber- sanad sahih, karena kesahihan sanad menghilangkan hanya kemungkinan dusta dari tokoh-tokoh dalam sanad itu, tetapi kemungkinan perekaan dan penggunaan nalar tertentu tetap ada.

Kedua, pada masa awal Islam, khalifah melarang penulisan hadis. Semua kertas dan papan yang didapati memuat tulisan hadis dibalcar. Larangan ini berlaku sampai akhir abad pertama Hijrah, atau selama kurang lebih sembilan puluh tahun. Larangan ini membuat para perawi meriwayatkan hadis menurut maknanya saja, sehingga hadis mengalami perubahan-perubahan setiap kali seorang perawi meriwayatkannya kepada perawi yang lain. Akibatnya, hadis diriwayatkan tidak menurut aslinya. Hal ini akan sangat jelas bila kita telaah suatu kisah yang disebutkan dalam hadis-hadis yang diriwayatkan melalui beberapa jalur sanad, karena boleh jadi terdapat dua hadis saling bertentangan tentang satu kisah. Kebiasa­an meriwayatkan hadis menurut maknanya dengan cara yang meragukan ini merupakan salah satu penyebab tidak dapat dipertanggungjawabkannya hadis-hadis tentang asbabun nuzul. Banyaknya rekaan dalam suatu hadis membuat kedustaan atas nama Rasulullah, membuat dimasukkannya cerita-cerita Israiliat dalam periwayatan, perbuatan orang-orang munafik serta orang­orang yang mempunyai maksud tertentu, di samping cara periwayatan hadis menurut maknanya, dan apa yang baru saja kami sebutkan di atas, semua ini mengurangi nilai hadis-hadis asbabun nuzul, dan menyebabkannya tidak dapat dijadikan pegangan.

Menimbang Hadis-Hadis Asbabun Nuzul

Dalam pembahasan yang lalu kami telah menyebutkan bahwa hadis memerlukan pengukuhan dari Al-Quran. Karenanya, sebagai disebutkan dalam beberapa hadis yang diriwayatkan dari Rasulul­lah dan Ahlul Bait, hadis harus dihadapkan kepada Al-Quran. Oleh karena itu, riwayat asbabun nuzul suatu ayat, jika tidak mutawatir atau qath'i wurud (pasti datang)-nya, harus dihadapkan kepada Al­Quran. Hadis yang sesuai dengan ayat Al-Quran diterima dan dipakai, dan yang bertentangan ditolak. Hal ini berarti bahwa hadis­lah yang harus selalu dihadapkan kepada Al-Quran, bukan sebaliknya.

Cara ini menyebabkan sebagian besar hadis asbabun nuzul tertolak. Namun sebagiannya lagi masih dapat diterima dan sahih. Perlu diketahui bahwa pada umumnya sasaran-tinggi Al-Quran, yaitu suatu budaya universal dan abadi (seperti akan kami jelaskan nanti) tidak membutuhkan asbabun nuzul.

1). Surat al-Baqarah diturunkan pada tahun pertama Hijrah. Kebanyakan ayatnya ber­isi teguran kepada orang-orang Yahudi yang mengalang,alangi kemajuan Islam, dan selebihnya menetapkan beberapa ketentuan hukum, seperti perubahan kiblat, kewajiban puasa, haji dan lain-lain. Surat al-Hasyr diturunkan khusus tentang pengusiran kaum Yahudi Bani Nadhir. Dan surat al-‘Adiyat diturunkan khusus tentang orangorang Arab Wadi Yabis, atau yang lain.

2). Surat an-Nisa' membicarakan hukum-hukum perkawinan dan pewarisan. Surat al­Anfal membicarakan harta rampasan perang dan tawanan perang. Dan surat at-Thalak membicarakan hukum-hukum talak.

MENGUNGKAP ILMU AL-QURAN

Ilmu-Ilmu AI-Quran

Kaum Muslimin mengkaji beberapa ilmu yang obyeknya ada­lah Al-Quran sendiri. Sejarah timbulnya ilmu-ilmu ini bermula sejak masa awal turunnya Al-Quran. Masalah-masalahnya telah matang dan telah mencapai tahapan yang diperlukan karena telah lama dikaji. Hasilnya dapat disaksikan dalam risalah-risalah dan banyak buku yang telah ditulis tentang ilmu-ilmu itu. Ilmu-ilmu ini secara umum terbagi menjadi dua kelompok: ilmu yang mem­bahas tentang lafal (pengucapan) dan ilmu yang membicarakan tentang makna-makna. Ilmu-ilmu yang membicarakan tentang lafal-lafal Al-Quran adalah ilmu-ilmu tajwid dan qira-ah, yaitu:

  1. Ilmu tentang cara melafalkan huruf-huruf dan ketentuan­ketentuan khusus yang harus diberlakukan terhadap huruf-hunif itu ketika sendirian atau tersusun, seperti mendengung (idgham), mengganti (ibdal), hukum-hukum berhenti (waqf), mulai dan semacamnya

  2. Ilmu tentang pemeliharaan dan pengarahan terhadap qira-ah tujuh dan tiga qira-ah lainnya serta qira-ah - qira-ah para sahabat, qira-ah yang tidak biasa (syadz).

  3. Ilmu tentang jumlah surat, ayat, kata dan huruf Al-Quran, dan ilmu tentang pembatasan jumlah semua surat, ayat, kata dan huruf Al-Quran.

  4. Ilmu tentang kekhususan aturan penulisan Al-Quran dan per­bedaannya dengan bentuk tulisan Arab yang dikenal dan digunakan.

Adapun ilmu-ilmu yang membahas makna-makna Al-Quran adalah :

  1. Ilmu yang membahas makna-makna yang umum, seperti tanzil, ta'wil, makna lahir dan batin, muhkam dan mutasyabih, nasikh dan mansukh.

  2. Ilmu yang membahas ayat-ayat hukum. Ilmu ini pada hakikat­nya merupakan cabang dari pembahasan-pembaliasan fikih.

  3. Ilmu yang membahas makna-makna Al-Quran, dikenal dengan nama tafsir.

Rahasia Wahyu

Wahyu Al-Quran

Al-Quran berbicara lebih banyak tentang wahyu, yang me­nurunkan dan yang membawanya, dan bahkan tentang kualitas wahyu, daripada kitab-kitab samawi yang lain seperti Taurat dan Injil. Sehingga di dalam Al-Quran terdapat beberapa ayat yang membicarakan tentang pewahyuan itu sendiri. Mengenai wahyu Al-Quran, mayoritas kaum Muslimin mempercayai bahwa Al­Quran dengan lafalnya adalah firman Allah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad s.a.w. dengan perantaraan seorang malaikat yang dekat dengan-Nya. Malaikat yang menjadi pe­rantara itu, yang disebut Jibril dan ar-Ruhul Amin, datang mem­bawa firman Allah kepada Rasulullah dalam berbagai waktu yang berbeda selama dua puluh tiga tahun. Rasul pun membacakan ayat-ayat itu kepada manusia, dan memberitahukan makna-makna­nya kepada mereka, serta mengajak mereka untuk menerima akidah, tata sosial, hukum-hukum dan tugas-tugas perseorangan yang terungkap dalam Al-Quran.

Rasulullah telah melaksanakan tugas yang telah ditentukan baginya tanpa mengubah materi-materi dakwah, menambah atau menguranginya, dan tanpa memajukan atau memundurkan sesuatu dari tempat yang telah ditentukan Allah.

Komentar Para Penulis Kiwari

Para pengkaji dan penulis kiwari, yang melakukan studi modern tentang berbagai agama dan mazhab, mempunyai pan­dangan tentang wahyu dan kenabian sebagai berikut:

Nabi Islam (Muhammad) adala.h seorang cerdas yang mema­hami situasi sosial dan berusaha menyelamatkan umat manusia dari jurang kebiadaban dan kemerosotan akhlak, dan berusaha mengangkatnya ke puncak kebudayaan dan kemerdekaan. Ke­mudian ia menyeru manusia agar mengikuti pandangan-pandangan sucinya yang terwujud dalam bentuk agama yang lengkap, menye­luruh dan sempurna.

Mereka mengatakan bahwa Nabi memiliki jiwa yang bersih dan cita-cita yang tinggi. Ia hidup dalam suatu lingkungan yang gelap dan suram. Dalam lingkungan itu ia dapat melihat kezaliman, kehampaan, kekacauan, egoisme, perampokan dan jenis-jenis lain kebiadaban. Jiwa Nabi senantiasa merasa sakit oleh lingkungan yang rusak ini. Setiap rasa sakit itu mencapai puncaknya, ia pergi ke sebuah gua di salah satu Pegunungan Tihamah dan menyepi di tempat itu berhari-hari. Dengan segenap inderanya, ia menghadap ke langit dan bumi, gunung dan lautan, jurang dan hutan, dan semua karunia yang diberikan alam kepada manusia. Dia menyesal­kan kenapa manusia bergelimang dalam kelalaian dan kebodohan, menukar kehidupannya yang bahagia dan tenang dengan kehidup­an yang gersang, sehingga menyerupai kehidupan binatang liar.

Hingga usia sekitar empat puluh tahun, Nabi menyaksikan kerusakan sosial itu, dan jiwanya merasa sakit karena hal itu. Pada usia ini dia dapat menemukan jalan untuk memperbaiki masyara­katnya. Dan dengan jalan itu dia dapat mengubah kehidupan yang rusak itu menjadi kehidupan yang penuh dengan kebaikan. Jalan itu adalah Islam. Ia mengandung undang-undang tertinggi yang sesuai dengan watak zaman itu. Nabi menyadari bahwa pikiran-pikiran sucinya itu adalah firman dan wahyu Allah yang dimasukkan oleh Allah ke dalam hatinya melalui kesuciannya. Jiwa sucinya, yang mengalirkan gagasan-gagasan ini, disebut ar­Ruhul Amin dan Jibril, malaikat yang menjadi perantara turunnya wahyu. Semua kekuatan yang mendorong kepada kebaikan dan menunjukkan kepada kebahagiaan disebut malaikat, dan semua kekuatan yang mendorong kepada kejahatan disebut setan dan jin. Tugasnya untuk memimpin kebangkitan yang diilhami oleh kesadarannva disebut kenabian dan risalah.

Pandangan yang kami paparkan dengan ringkas ini adalah pandangan para pengkaji yang mempercayai Allah dan memandang agama dengan cukup netral dan respek. Adapun orang-orang ateis - yaitu orang-orang yang tidak mempercayai Allah - memandang kenabian, wahyu, kewajiban-kewajiban yang ditetapkan Allah, pahala dan siksaan, surga dan neraka, sebagai siasat ke­agamaan semata-mata. Mereka berpandangan bahwa semua ini adalah kebohongan-kebohongan yang dibuat-buat demi kepenting­an tertentu yang harus diwujudkan pada waktunya.

Mereka mengatakan bahwa para Nabi adalah pembaru-pem­baru yang datang dengan membawa program-program pembaru­an dalam bentuk agama. Mengingat manusia pada masa-masa yang lalu bergelimang dalam kebodohan, kegelapan dan khurafat (takhyul), maka para Nabi mendasarkan ajaran-ajaran keagamaan mereka pada serangkaian kepercayaan takhyul seperti asal-usul penciptaan dan kebangkitan.

Komentar Al-Quran

Pandangan pertama tentang wahyu dan kenabian adalah pan­dangan para pengkaji yang menekuni ilmu-ilmu materialistik­kealaman. Mereka berpandangan bahwa segala yang terdapat di alam makhluk ini terbatas pada hukum-hukum kealaman, dan sebab utama semua peristiwa dan kejadian adalah alam itu sendiri. Oleh karena itu, mereka memandang ajaran-ajaran samawi sebagai proses-proses sosial dan mengukurnya dengan ukuran-ukuran peristiwa-peristiwa sosial tertentu.

Dengan demikian, ajaran-ajaran itu menyerupai peristiwa­peristiwa yang ditimbulkan oleh orang-orang jenius seperti Cyrus, Darius dan Iskandar yang Agung dari Macedonia. Jika demikian, maka tidak akan ada keterangan untuk hal itu kecuali yang telah dipaparkan pada bagian terakhir.

Di sini, selain tidak bermaksud membicarakan hal-hal yang berkaitan dengan metafisika, kami juga tidak bermaksud mengata­kan kepada mereka bahwa setiap ilmu boleh membahas hanya masalah-masalah yang berada di dalam wilayahnya. Ilmu-ilmu ke­bendaan, yang membicarakan perkara-perkara materi dan sifat­sifatnya, tidak berhak membenarkan maupun menolak hal-hal yang berkaitan dengan metafisika. Tetapi yang kami katakan ialah bahwa pandangan pertama tentang wahyu dan kenabian, apa pun pandangan itu, harus dirujukkan kepada ayat-ayat Al-Quran yang menjadi landasan kenabian Muhammad s.a.w., yang di dalamnya terletak akar semua kata ini, apakah pandangan itu sejalan dengan ayat-ayat itu, atau tidak.

Al-Quran tidak membenarkan pandangan tentang wahyu dan kenabian seperti itu, dan lagi pula tidak sesuai dengan satu ayat pun. Tidak ada salahnya di sini kami membandingkan bagian­bagian dari pandangan asumtif itu dengan apa yang terdapat dalam Al-Quran.

Selasa, 04 Desember 2007

Poetry

Cinta yang Tersembunyi

Cinta yang sebenarnya adalah ketika kamu menitikan

air mata dan masih peduli terhadapnya

adalah ketika dia tidak mempedulikanmu

dan kamu masih menunggunya dengan setia

Adalah ketika dia mulai mencintai orang lain dan

kamu masih bisa tersenyum dan berkata ‘aku turut bahagia

Untukmu’

Apabila cinta tidak bersemu,bebaskan dirimu,

biarkan hatimu kembali kea lam bebas lagi,

kau mungkin menyadari,bahwa kamu menemukan cinta

dan kehilangannya,tapi ketika cinta itu mati kamu tak perlu

mati bersama cinta itu

Mencintai juga bukanlah bagaimana kamu melupakan dia

bila ia berbuat kesalahan melainkan bagaimana kamu

memaafkannya

Namun bila pun kau benar-benar mencintai seseorang

jangan lepaskan dia bila dia tak membalasmu

jangan percaya bahwa melepaskan berarti kamu benar-benar

mencintai tanpa suatu balasan

mengapa tak berjuang demi cintamu?!!?

mungkin itulah cinta sejatimu

Maka mengapa kau tak mengungkapkan cintamu

bila kau memang mencintainya,meskipun kau tak tahu

apakah cinta itu juga ada padanya???

Rabu, 24 Oktober 2007

mmm...

eeeeHhHh....
sebeL dweh bikin Blog LagHiii
mmm....TaPi gpP dweH mungkin MaNg Ruzzzzz Kya gini kaLeeee
mang W'a yang rada'' masa Blog sendiRi Lupa!!!!!!
dasar W'a yang PeluPaaaaaaaaaaaaa......